Senin, 08 Juni 2015

Kemelut di Golkar ( Tinjauan dari sisi Hukum )



Siapa yang tidak kenal dengan sesosok Akbar Tanjung, politisi kawakan yang telah malang melintang di jagat perpolitikan nasional dari jaman orde baru hingga orde reformasi ini. Politisi kawakan yang memulai karier politiknya sejak menjabat sebagai ketum PBHMI hingga Ketum Golkar ini diakui kepiawaiannya berpolitik dalam kancah nasional. keberadaannya pun disegani baik oleh kawan dan lawan politiknya.

Sepak terjang Akbar Tanjung dari waktu kewaktu memang telah menorehkan banyak cerita, kepiawaian dalam memainkan drama politik di golkar maupun level nasional menjadikan dirinya disegani oleh kader-kader Golkar, bahkan tidak sedikit yang berkiblat kepada nya untuk urusan politik dan menyematkan dirinya sebagai maha guru politik.

Kisruh dalam tubuh partai golkar saat ini pun tidak terlepas dari racikan politiknya. Susah mendefinisikan percaturan akbar tanjung ini sebagai manuver atau kah pragmatisme politik belaka. Buktinya, ketika golkar menjelang pemilu 2014 lalu, golkar getol menyerang ketua umumnya untuk digulingkan, karena dianggap tidak mampu memenuhi target capaian politik partai Golkar, namun kejadian sebaliknya terjadi ketika munas dibali, justru menyandingkan Akbar Tanjung dengan ARB sebagai duet Ketua Dewan Penasehat dan Ketum. Inilah yang saya sebut sebagai pragmatisme seorang Akbar Tanjung, yang kental dengan naluri politik dalam setiap keputusan yang dia ambil.

Entah apa yang ada dalam benak Akbar Tanjung untuk mendukung ARB menjadi ketum, ambisi politik semata atau memang ada hutang piutang politik yang menjadikan Akbar Tanjung ini tidak mampu untuk bergeser secara berhadap-hadapan dengan ARB. Secara logika politik, saya pada awalnya berfikir, sebagai seorang politikus kawakan yang telah mendedikasikan hidupnya bagi partai golkar, seharusnya Akbar tidak memberikan dukungannya kepada ARB, kenapa? Karena partai golkar dibawah kepemimpinan ARB tidaklah begitu memuaskan bahkan cenderung mengecewakan. Target pencapaian suara partai golkar menurun dibanding pemilu sebelumnya, dan Partai Golkar pun tidak mampu mengusung kadernya untuk menjadi salah satu kandidat Presiden pada pemilu presiden yang lalu.
Perpecahan di tubuh partai pohon beringin ini, saya menduga adalah bagian dari scenario seorang akbar tanjung. Bagi seorang ARB yang nyatanya tidak mampu memberikan sumbangan untuk mendongkrak elektabilitas partai sejatinya telah surut oleh dukungan konstituennya di tingkat DPD I dan II, namun secara mengejutkan ketika Munas Versi ARB di Bali peserta yang hadir diluar perkiraan. Saya meyakini ini bagian dari andil besar Akbar Tanjung yang memang keberadaannya masih banyak di ikuti oleh kader-kader dibawahnya. Bahkan ketika proses awal perpecahan pada partai Golkar jelang Munas, Akbar Tanjung juga telah mengagas adanya islah antara kubu ARB dan Agung Laksono, namun ketika situasi pada saat itu tidak memungkinkan untuk terjadinya islah, justru kubu Agung Laksono laksana tidak memiliki power sama sekali untuk mengimbangi kubu ARB, laksana ayam kehilangan induknya. Sekali lagi itu bukti bahwa peran Akbar Tanjung sangatlah besar dalam menentukan arah politik partai golkar.


Peran yang diambil oleh Akbar Tanjung ketika mendukung munas Bali sejatinya juga bagian dari cara Akbar untuk menunjukkan tajinya, dan akhirnya hal itu pun terbukti, bahwa tanpa “bang” Akbar tidak bisa berbuat apa-apa. Posisi strategis yang dimiliki oleh Akbar Tanjung ini seharusnya mampu diposisikan sebagai seorang yang akan mengagas sebuah rekonsiliasi ditengah perpecahan. Akbar Jangan diposisikan sebagai kubu yang berlawanan, karena seorang politisi kawakan seperti beliau ini memiliki posisi istimewa dalam membawa partai golkar untuk menjadi semakin dewasa dan mapan.

Keberadaan akbar Tanjung sebagai seorang tokoh nasional yang piawai dalam memainkan bidak caturnya dalam semua level organisasi tidak bisa dipandang sebelah mata. Akbar harus diposisikan layaknya seorang guru bangsa dalam bidang politik yang dalam setiap pengambilan keputusannya selalu berbicara sebagai seorang guru bangsa, bukan sebagai praktisi politik semata.

Bang Akbar yang kita kenal sebagai seorang politik kawakan lewat dedikasi dirinya dalam memajukan dan mewarnai perpolitikan nasional, semoga tidak berhenti kepada kepentingan ambisi politik dan nafsu kekuasaan semata. Tapi jauh dari itu, beliau harus menjadi guru bagi banyak orang seperti Gus Dur serta tokoh-tokoh lainnya yang menjadi harum namanya. Lewat dedikasi dalam memajukan perpolitikan nasional hingga pencapaiannya saat ini, semoga menjadikan beliau lebih legowo untuk mengambil posisi sebagai seorang negarawan bagi siapa saja tidak terbatas kalangan internal golkar saja, dan mudah-mudahan Bang Akbar menjadi milik kita semua.

Kisruh Golkar: Menakar Hasil Akhir Perundingan
Kisruh dualisme kepemimpinan Partai Golkar (PG) hingga hari ini masih pada tahapan negosiasi untuk mencari solusi bersama. Kubu Abu Rizal Bakrie (ARB) dan Agung Laksono (AL) masing-masing mengutus juru rundingnya untuk mencari titik tengah kemufakatan Islah. Bukan PG jika tidak demikian, Partai yang tengah malang melintang dalam perpolitikan nasional ini memang dihuni oleh para senior yang namanya cukup diperhitungkan, sehingga tidak mudah bagi masing-masing elit untuk mengendorkan uratnya demi sebuah kemufakatan bersama. Selalu saja ada kepentingan dalam setiap bait perundingan politik, itu mungkin yang pantas disematkan. Dengan demikian, perundingan yang dihadiri oleh kedua belah kubu ini diwarnai berbagai manuver yang mengejutkan, dan terasa sulitnya untuk mencapai kata mufakat.

Pasca munas masing-masing kubu yang digelar di Bali dan Jakarta ini, memang semakin membuat PG semakin pelik. Tarik menarik kepentingan hadir secara dramatis dalam pergolakannya. Masing-masing kubu nampaknya tidak pula kendur semangatnya dalam bermanuver untuk mengklaim hasil munasnya lah yang paling absah. Keberadaan Menkumham dari pihak pemerintah sebagai lembaga yang nantinya akan mengabsahkan hasil munas pun ikut diseret-seret, hingga menkumham pun akhirnya bersikap, bahwa polemik PG dikembalikan ke Internal. Dengan demikian pertarungan kini berada pada lini internal untuk sesegera mungkin menyelesaikan persoalan perpecahan ini.

PG yang memiliki skill politik tingkat tinggi memang dipercaya akan mampu menyelesaikan polemik dualisme kepemimpinannya. Itu terbukti dengan dibentuknya juru runding yang akan menjadi jembatan kedua belah kubu untuk saling menurunkan ego nya untuk sesegera mungkin mencari kemufakatan demi masa depan PG.

Jalan Tengah Munas Bersama
Menakar kekuatan masing-masing kubu dalam dinamika untuk memuluskan kepentingannya, nampaknnya akan terjadi tarik menarik yang sama kuatnya. Butir kesepakatan yang masih menjadi ganjalan bagi masing-masing kubu adalah keberadaan Golkar di KMP. Pihak AL yang sedari awal berkepentingan untuk berada dalam pemerintahan Jokowi, nampaknya menemui jalan buntu dalam perundingan ini. Kubu ARB yang memang saat ini menjadi motor KMP dengan segala kepentingan bargaining politiknya, memang susah untuk keluar begitu saja dari KMP, karena disitulah PG memiliki nilai tawar tinggi dihadapan pemerintah.

Kubu AL yang sejatinya memang dibelakangnya berdiri JK sedari awal mendorong PG untuk sesegera mungkin merapatkan diri kepada kubu Jokowi. Hal inilah yang menjadi katub sebab perpecahan di tubuh PG sejatinya. Menurut berbagai kalangan praktisi dan pengamat politik memprediksi hasil akhir dari pertarungan antar kedua kubu ini adalah akan diadakan munas bersama. Munas bersama ini akan menjadi penting bagi PG untuk proses rekonsiliasi internal, pada akhirnya keputusan akan diserahkan secara utuh dalam arena munas tanpa ada tarik menarik dukungan seperti yang selama ini terjadi.

Munas bersama ini sejatinya adalah langkah terbaik untuk mencapai kesepakatan bersama dan mengakhiri perpecahan PG. PG yang lihai dalam permainan politiknya, nampaknya akan mengambil posisi strategis untuk kepentingan partai secara nasional. JIka Munas bersama ini tidak tercapai akan mustahil bagi PG untuk sesegera mungkin melakukan pembenahan dan evaluasi pencapaian dan target partai kedepan.

Manuver yang terjadi dilapangan disela-sela perundingan memang santer akan tercapai situasi munas bersama, bisa jadi tim perunding sendiri akan melakukan deal-deal tersendiri untuk bisa terselenggaranya munas bersama ini, jika kedua kubu berkeras untuk menolak hasil kompromi. Bahkan manuver yang terjadi saat perundingan, memungkinkan munas bersama tersebut akan meninggalkan kubu ARB dan AL, itu artinya munas bersama tersebut akan membawa nuansa baru dan meninggalkan jejak-jejak pertarungan kedua kubu.

Partai Golkar Bisa Mengikuti Jejak Untuk Menjadi Penyeimbang dan Non Blok
Skema yang dimainkan oleh Partai Demokrat (PD) untuk mengambil posisi non blok dalam pertarungan KIH dan KMP sejatinya sangat strategis. Letak posisi strategis itu diambil dalam upayanya membangun negosiasi dan tarik menarik kepentingan kedua belah kubu. Komposisi KMP dan KIH yang tidak akan mapan tanpa adanya PD sejatinya membawa keuntungan tersendiri bagi PD untuk meraup keuntungan politiknya. Posisi berada di tengah-tengah dari pertarungan kedua belah kubu nyatanya membawa hasil positif bagi PD ketika memainkan peranan sebagai penentu voting RUU Pilkada dan Perpu Pilkada. PD yang memiliki posisi strategis ini membuat KMP dan KIH seakan tak berdaya dalam mendulang kepentingannya.

Langkah politik yang diambil oleh PD ini ternyata juga santer terdengar dalam geliat perundingan dalam tubuh PG. posisi sebagai penyeimbang di prediksi akan dilakukan oleh PG setelah terganjal kesepakatan akan merapat ke KIH atau tetap di KMP. Posisi netral ini akan jelas menguntungkan bagi PG, karena kuatnya tarik menarik KIH dan KMP. Para elit golkar sadar betul posisi penyeimbang ini akan ditempuh, karena selama ini memang bukan spesialis menjadi oposisi, juga gengsi kuatnya pengaruh PG dalam KMP. Tentunya posisi penyeimbang akan membawa banyak keuntungan bagi PG dibanding berkeras dibawah bendera KMP yang jelas-jelas memang berbenturan dengan KIH.
Praktek politik pecah pangung yang dihadirkan oleh PG memang selalu saja mendulang keuntungan pragmatisme politik. Hal ini memang model permainan khas PG untuk selalu pragmatis dalam berpolitik. Pragmatisme politik yang ditempuh PG ini yang selama ini memposisikan PG selalu menjadi partai yang kuat baik ditingkat pusat maupun daerah.

Dengan demikian, aroma manis dari pertarungan pecah pangung ini sudah sedikit-sedikit mulai terasa. Partai secara internal akan semakin solid, dan bargaining politik dalam kekuasaan akan tetap mampu memainkan peranan dan ujung-ujungnya untuk 5 tahun kedepan, PG masih bisa menatap masa depan dengan penuh optimisme.
Babak Baru Kemelut Partai Golkar
          
Rasanya tak ada henti-hentinya gonjang-ganjing politik ditubuh partai Golkar. Pada awalnya saya mempercayai bahwa perpecahan ini adalah hanya upaya setting pangung politik saja untuk bargaining position partai saja dengan pemerintah, seperti drama politik dua kaki yang selama ini di praktekkan oleh Golkar .Namun ternyata dugaan saya keliru seratus persen, ternyata golkar ternyata telah mengalami pergeseran budaya partai dan kepentingan partai. Pada awalnya mereka hanya mempercayai bahwa tidak ada hal yang lebih penting  selain partai golkar itu sendiri, dibanding tentang siapa yang memegang kekuasaan di dalam Golkar. Paradigma itu telah bergeser kepada kepentingan kekuasaan saja, dan telah susah untuk di konsolidasikan antara kepentingan penguasa satu dengan penguasa lainnya di tubuh partai Golkar, dan kini golkar telah turun derajat seperti partai-partai lainnya yang pengurusnya sibuk mengurusi perutnya sendiri-sendiri dibanding kebesaran nama partai golkar sebagai rumah besar.
Pertarungan kubu Abu Rizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono ini nampaknya belum juga menemui jalannya, dan justru semakin meruncing kepada perpecahan. Pasca sidang Mahkamah Partai Golkar yang dipimpin oleh senior golkar Prof Muladi, ditambah lagi dengan adanya surat keputusan dari Menkum-Ham belum juga mampu menghentikan pertarungan kedua belah kubu, dan justru membuat kubu Ical semakin meradang, dan membuat upaya benturan politik semakin meluas.

Pasca munculnya surat keputusan dari Menkum Ham kubu Ical tidak berdiam diri, dengan sigap dan gerak cepat mengumpulkan DPD I dan II yang diklaim oleh pihaknya dihadiri sekitar 400 orang yang bertajuk rapat konsultasi nasional. Pada situasi yang lain juga pertarungan antara kedua kubu semakin panas, sebagaimana wawancara langsung di salah satu stasiun tv kubu Ical yang diwakili oleh Ali Muchtar Ngabalin dan KubuAgung yang diwakili oleh Yoris Raweyai. Dalam wawancara tersebut mereka saling tuding bahwa munas mereka lah yang paling sah, dan munas lainnya “abal-abal”, dan kemudian dari wawancara itu berbuntut panjang sampai terjadi pemukulan oleh orang yang tidak dikenal kepada Ali Muchtar Ngabalin saat menghadiri gelar pertemuan di hotel Sahid.

Konsolidasi yang digelar oleh kubu Ical menyepakati bahwa pihak Ical akan mengajukan gugatan ke pengadilan Jakarta Barat tentang keabsahan dualisme kepengurusan ini. Pada situasi yang lain, pihak koalisi KMP yang diwakili oleh Akbar Tanjung dan Amien Rais pun turun gunung untuk menyampaikan kekecewaannya kepada pemerintah (menkum Ham) diberbagai media. Mereka menandaskan bahwa pemerintah sesegera mungkin menghentikan intervensinya kepada Partai Politik yang tengah berkemelut (Golkar dan PPP), dan memberikan kekeluasaan kepada Partai Politik untuk menyelesaikan kemelutnya. Selain langkah upaya hukum yang ditempuh, mereka juga menempuh jalur politik dengan mengelindingkan isu akan mengajukan hak angket via komisi III untuk menyelidiki keputusan menkum Ham mengenai pengesahan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.

Jika kubu Ical sibuk untuk melakukan counter atas keputusan yang disampaikan oleh MenkumHam, maka hal berkebalikan dilakukan oleh kubu Agung Laksono. Karena merasa telah mendapatkan pengakuan secara yuridis atas kepengurusannya di Golkar dari MenkumHam, mereka langsung mengelar berbagai pertemuan, baik untuk melakukan konsolidasi maupun safari politik untuk mendapatkan legitimasi dari pihak eksternal. Langkah Agung Laksono konsolidasi dilakukan untuk kembali menata ulang dan melakukan restrukturisasi organisasi baik di level DPD I dan DPD II, hingga tidak segan-segan melakukan pengantian kepengurusan yang dianggap tidak berpihak dengan kepengurusan Agung Laksono. Untuk membangun legitimasi publik atas keabsahan kepengurusannya, pihak agung laksono langsung melakukan safari politik ke Nasdem sekaligus menegaskan bahwa Golkar akan segera merapat ke KIH.

Apa yang akan terjadi di kemudian hari JIka Terus Konflik?
Konflik politik yang tidak kunjung selesai ini sejatinya telah menggerus banyak tenaga, baik di internal partai Golkar maupun masyarakat. Rasanya susah sekali untuk move on dan segera fokus untuk membangun bangsa. Bukan tidak mungkin akan terjadi perpecahan dalam tubuh Golkar jika terjadi secara berlarut-larut dan bisa saja Golkar akan tertinggal momentum penting Pilkada langsung. Keberadaan Golkar di daerah yang masih kuat dan perpecahan yang terjadi di tingkat kepengurusan DPP akan mengobrak-abrik soliditas partai di level daerah. Sudah barang tentu jika hal ini terjadi maka Golkar akan tidak dapat apa-apa dalam level pertarungan di Daerah.

Pada level Nasional pun saya kira akan terjadi hal yang sama, perpecahan kepengurusan ini akan berdampak pada soliditas fraksi golkar di senayan, dengan demikian Golkar akan kembali gigit jari karena tidak akan mendapatkan apa-apa dari pertarungan ini. Justru yang akan di untungkan adalah partai-partai seperti hal nya Demokrat, Nasdem, Gerindra, dan lain-lainnya. Selain itu, dari upaya memperoleh kemenangan dari pertarungan ini akan membuat konsentrasi dan fokus partai Golkar dalam capaian target partai dalam berbagai pemilu baik Pilkada maupun nasional akan terjadi penurunan secara drastis, hal ini dikarenakan energi mereka telah habis terkuras dalam pertarungan internal, juga akan kesulitan untuk mengkonsolidasi perpecahan di daerah. Dengan demikian dapat diyakini bahwa perolehan suara partai golkar akan anjlok sebagaimana nasib yang dialami partai Demokrat pada pemilu yang lalu, dan akan ditinggalkan oleh konstituennya pada saat mendatang.

Sebagai partai yang besar dan telah kenyang bermain dalam pangung politik, seharusnya mereka sesegera mungkin bisa keluar dari kemelut ini. Berlarut-larutnya konflik ini tidak akan membawa keuntungan bagi partai, namun hanya memuaskan hasrat politik sebagian orang saja dalam upayanya membangun dan mempertahankan kekuasaan. Capain partai golkar yang pasca reformasi hingga kini tetap dinobatkan sebagai partai terbesar diantara PDIP dan lainnya, seharusnya disadari sebagai sebuah kepercayaan masyarakat yang harus tetap dijaga dengan baik. Bukan justru berkonflik untuk berebut kekuasaan didalam, yang justru akan membawa dampak kerugian bagi partai sendiri.



Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar