Siapa yang
tidak kenal dengan sesosok Akbar Tanjung, politisi kawakan yang telah malang
melintang di jagat perpolitikan nasional dari jaman orde baru hingga orde
reformasi ini. Politisi kawakan yang memulai karier politiknya sejak menjabat
sebagai ketum PBHMI hingga Ketum Golkar ini diakui kepiawaiannya berpolitik
dalam kancah nasional. keberadaannya pun disegani baik oleh kawan dan lawan
politiknya.
Sepak
terjang Akbar Tanjung dari waktu kewaktu memang telah menorehkan banyak cerita,
kepiawaian dalam memainkan drama politik di golkar maupun level nasional
menjadikan dirinya disegani oleh kader-kader Golkar, bahkan tidak sedikit yang
berkiblat kepada nya untuk urusan politik dan menyematkan dirinya sebagai maha
guru politik.
Kisruh dalam
tubuh partai golkar saat ini pun tidak terlepas dari racikan politiknya. Susah
mendefinisikan percaturan akbar tanjung ini sebagai manuver atau kah
pragmatisme politik belaka. Buktinya, ketika golkar menjelang pemilu 2014 lalu,
golkar getol menyerang ketua umumnya untuk digulingkan, karena dianggap tidak
mampu memenuhi target capaian politik partai Golkar, namun kejadian sebaliknya
terjadi ketika munas dibali, justru menyandingkan Akbar Tanjung dengan ARB
sebagai duet Ketua Dewan Penasehat dan Ketum. Inilah yang saya sebut sebagai
pragmatisme seorang Akbar Tanjung, yang kental dengan naluri politik dalam
setiap keputusan yang dia ambil.
Entah apa
yang ada dalam benak Akbar Tanjung untuk mendukung ARB menjadi ketum, ambisi
politik semata atau memang ada hutang piutang politik yang menjadikan Akbar
Tanjung ini tidak mampu untuk bergeser secara berhadap-hadapan dengan ARB.
Secara logika politik, saya pada awalnya berfikir, sebagai seorang politikus
kawakan yang telah mendedikasikan hidupnya bagi partai golkar, seharusnya Akbar
tidak memberikan dukungannya kepada ARB, kenapa? Karena partai golkar dibawah
kepemimpinan ARB tidaklah begitu memuaskan bahkan cenderung mengecewakan.
Target pencapaian suara partai golkar menurun dibanding pemilu sebelumnya, dan
Partai Golkar pun tidak mampu mengusung kadernya untuk menjadi salah satu
kandidat Presiden pada pemilu presiden yang lalu.
Perpecahan
di tubuh partai pohon beringin ini, saya menduga adalah bagian dari scenario
seorang akbar tanjung. Bagi seorang ARB yang nyatanya tidak mampu memberikan
sumbangan untuk mendongkrak elektabilitas partai sejatinya telah surut oleh
dukungan konstituennya di tingkat DPD I dan II, namun secara mengejutkan ketika
Munas Versi ARB di Bali peserta yang hadir diluar perkiraan. Saya meyakini ini
bagian dari andil besar Akbar Tanjung yang memang keberadaannya masih banyak di
ikuti oleh kader-kader dibawahnya. Bahkan ketika proses awal perpecahan pada
partai Golkar jelang Munas, Akbar Tanjung juga telah mengagas adanya islah
antara kubu ARB dan Agung Laksono, namun ketika situasi pada saat itu tidak
memungkinkan untuk terjadinya islah, justru kubu Agung Laksono laksana tidak
memiliki power sama sekali untuk mengimbangi kubu ARB, laksana ayam kehilangan
induknya. Sekali lagi itu bukti bahwa peran Akbar Tanjung sangatlah besar dalam
menentukan arah politik partai golkar.
Peran yang
diambil oleh Akbar Tanjung ketika mendukung munas Bali sejatinya juga bagian
dari cara Akbar untuk menunjukkan tajinya, dan akhirnya hal itu pun terbukti,
bahwa tanpa “bang” Akbar tidak bisa berbuat apa-apa. Posisi strategis yang
dimiliki oleh Akbar Tanjung ini seharusnya mampu diposisikan sebagai seorang yang
akan mengagas sebuah rekonsiliasi ditengah perpecahan. Akbar Jangan diposisikan
sebagai kubu yang berlawanan, karena seorang politisi kawakan seperti beliau
ini memiliki posisi istimewa dalam membawa partai golkar untuk menjadi semakin
dewasa dan mapan.
Keberadaan
akbar Tanjung sebagai seorang tokoh nasional yang piawai dalam memainkan bidak
caturnya dalam semua level organisasi tidak bisa dipandang sebelah mata. Akbar
harus diposisikan layaknya seorang guru bangsa dalam bidang politik yang dalam
setiap pengambilan keputusannya selalu berbicara sebagai seorang guru bangsa,
bukan sebagai praktisi politik semata.
Bang Akbar
yang kita kenal sebagai seorang politik kawakan lewat dedikasi dirinya dalam
memajukan dan mewarnai perpolitikan nasional, semoga tidak berhenti kepada
kepentingan ambisi politik dan nafsu kekuasaan semata. Tapi jauh dari itu,
beliau harus menjadi guru bagi banyak orang seperti Gus Dur serta tokoh-tokoh
lainnya yang menjadi harum namanya. Lewat dedikasi dalam memajukan perpolitikan
nasional hingga pencapaiannya saat ini, semoga menjadikan beliau lebih legowo
untuk mengambil posisi sebagai seorang negarawan bagi siapa saja tidak terbatas
kalangan internal golkar saja, dan mudah-mudahan Bang Akbar menjadi milik kita
semua.
Kisruh Golkar: Menakar Hasil Akhir Perundingan
Kisruh
dualisme kepemimpinan Partai Golkar (PG) hingga hari ini masih pada tahapan
negosiasi untuk mencari solusi bersama. Kubu Abu Rizal Bakrie (ARB) dan Agung
Laksono (AL) masing-masing mengutus juru rundingnya untuk mencari titik tengah
kemufakatan Islah. Bukan PG jika tidak demikian, Partai yang tengah malang
melintang dalam perpolitikan nasional ini memang dihuni oleh para senior yang
namanya cukup diperhitungkan, sehingga tidak mudah bagi masing-masing elit
untuk mengendorkan uratnya demi sebuah kemufakatan bersama. Selalu saja ada
kepentingan dalam setiap bait perundingan politik, itu mungkin yang pantas
disematkan. Dengan demikian, perundingan yang dihadiri oleh kedua belah kubu
ini diwarnai berbagai manuver yang mengejutkan, dan terasa sulitnya untuk
mencapai kata mufakat.
Pasca munas
masing-masing kubu yang digelar di Bali dan Jakarta ini, memang semakin membuat
PG semakin pelik. Tarik menarik kepentingan hadir secara dramatis dalam
pergolakannya. Masing-masing kubu nampaknya tidak pula kendur semangatnya dalam
bermanuver untuk mengklaim hasil munasnya lah yang paling absah. Keberadaan
Menkumham dari pihak pemerintah sebagai lembaga yang nantinya akan mengabsahkan
hasil munas pun ikut diseret-seret, hingga menkumham pun akhirnya bersikap,
bahwa polemik PG dikembalikan ke Internal. Dengan demikian pertarungan kini
berada pada lini internal untuk sesegera mungkin menyelesaikan persoalan
perpecahan ini.
PG yang
memiliki skill politik tingkat tinggi memang dipercaya akan mampu menyelesaikan
polemik dualisme kepemimpinannya. Itu terbukti dengan dibentuknya juru runding
yang akan menjadi jembatan kedua belah kubu untuk saling menurunkan ego nya
untuk sesegera mungkin mencari kemufakatan demi masa depan PG.
Jalan Tengah Munas Bersama
Menakar
kekuatan masing-masing kubu dalam dinamika untuk memuluskan kepentingannya,
nampaknnya akan terjadi tarik menarik yang sama kuatnya. Butir kesepakatan yang
masih menjadi ganjalan bagi masing-masing kubu adalah keberadaan Golkar di KMP.
Pihak AL yang sedari awal berkepentingan untuk berada dalam pemerintahan
Jokowi, nampaknya menemui jalan buntu dalam perundingan ini. Kubu ARB yang
memang saat ini menjadi motor KMP dengan segala kepentingan bargaining
politiknya, memang susah untuk keluar begitu saja dari KMP, karena disitulah PG
memiliki nilai tawar tinggi dihadapan pemerintah.
Kubu AL yang
sejatinya memang dibelakangnya berdiri JK sedari awal mendorong PG untuk
sesegera mungkin merapatkan diri kepada kubu Jokowi. Hal inilah yang menjadi
katub sebab perpecahan di tubuh PG sejatinya. Menurut berbagai kalangan
praktisi dan pengamat politik memprediksi hasil akhir dari pertarungan antar
kedua kubu ini adalah akan diadakan munas bersama. Munas bersama ini akan
menjadi penting bagi PG untuk proses rekonsiliasi internal, pada akhirnya
keputusan akan diserahkan secara utuh dalam arena munas tanpa ada tarik menarik
dukungan seperti yang selama ini terjadi.
Munas
bersama ini sejatinya adalah langkah terbaik untuk mencapai kesepakatan bersama
dan mengakhiri perpecahan PG. PG yang lihai dalam permainan politiknya,
nampaknya akan mengambil posisi strategis untuk kepentingan partai secara
nasional. JIka Munas bersama ini tidak tercapai akan mustahil bagi PG untuk
sesegera mungkin melakukan pembenahan dan evaluasi pencapaian dan target partai
kedepan.
Manuver yang
terjadi dilapangan disela-sela perundingan memang santer akan tercapai situasi
munas bersama, bisa jadi tim perunding sendiri akan melakukan deal-deal
tersendiri untuk bisa terselenggaranya munas bersama ini, jika kedua kubu
berkeras untuk menolak hasil kompromi. Bahkan manuver yang terjadi saat
perundingan, memungkinkan munas bersama tersebut akan meninggalkan kubu ARB dan
AL, itu artinya munas bersama tersebut akan membawa nuansa baru dan
meninggalkan jejak-jejak pertarungan kedua kubu.
Partai Golkar Bisa Mengikuti Jejak Untuk Menjadi
Penyeimbang dan Non Blok
Skema yang
dimainkan oleh Partai Demokrat (PD) untuk mengambil posisi non blok dalam
pertarungan KIH dan KMP sejatinya sangat strategis. Letak posisi strategis itu
diambil dalam upayanya membangun negosiasi dan tarik menarik kepentingan kedua
belah kubu. Komposisi KMP dan KIH yang tidak akan mapan tanpa adanya PD
sejatinya membawa keuntungan tersendiri bagi PD untuk meraup keuntungan
politiknya. Posisi berada di tengah-tengah dari pertarungan kedua belah kubu
nyatanya membawa hasil positif bagi PD ketika memainkan peranan sebagai penentu
voting RUU Pilkada dan Perpu Pilkada. PD yang memiliki posisi strategis ini
membuat KMP dan KIH seakan tak berdaya dalam mendulang kepentingannya.
Langkah
politik yang diambil oleh PD ini ternyata juga santer terdengar dalam geliat
perundingan dalam tubuh PG. posisi sebagai penyeimbang di prediksi akan
dilakukan oleh PG setelah terganjal kesepakatan akan merapat ke KIH atau tetap
di KMP. Posisi netral ini akan jelas menguntungkan bagi PG, karena kuatnya
tarik menarik KIH dan KMP. Para elit golkar sadar betul posisi penyeimbang ini
akan ditempuh, karena selama ini memang bukan spesialis menjadi oposisi, juga
gengsi kuatnya pengaruh PG dalam KMP. Tentunya posisi penyeimbang akan membawa
banyak keuntungan bagi PG dibanding berkeras dibawah bendera KMP yang
jelas-jelas memang berbenturan dengan KIH.
Praktek
politik pecah pangung yang dihadirkan oleh PG memang selalu saja mendulang
keuntungan pragmatisme politik. Hal ini memang model permainan khas PG untuk
selalu pragmatis dalam berpolitik. Pragmatisme politik yang ditempuh PG ini
yang selama ini memposisikan PG selalu menjadi partai yang kuat baik ditingkat
pusat maupun daerah.
Dengan
demikian, aroma manis dari pertarungan pecah pangung ini sudah sedikit-sedikit
mulai terasa. Partai secara internal akan semakin solid, dan bargaining politik
dalam kekuasaan akan tetap mampu memainkan peranan dan ujung-ujungnya untuk 5
tahun kedepan, PG masih bisa menatap masa depan dengan penuh optimisme.
Babak Baru Kemelut Partai
Golkar
Rasanya tak ada henti-hentinya gonjang-ganjing politik ditubuh partai Golkar. Pada awalnya saya mempercayai bahwa perpecahan ini adalah hanya upaya setting pangung politik saja untuk bargaining position partai saja dengan pemerintah, seperti drama politik dua kaki yang selama ini di praktekkan oleh Golkar .Namun ternyata dugaan saya keliru seratus persen, ternyata golkar ternyata telah mengalami pergeseran budaya partai dan kepentingan partai. Pada awalnya mereka hanya mempercayai bahwa tidak ada hal yang lebih penting selain partai golkar itu sendiri, dibanding tentang siapa yang memegang kekuasaan di dalam Golkar. Paradigma itu telah bergeser kepada kepentingan kekuasaan saja, dan telah susah untuk di konsolidasikan antara kepentingan penguasa satu dengan penguasa lainnya di tubuh partai Golkar, dan kini golkar telah turun derajat seperti partai-partai lainnya yang pengurusnya sibuk mengurusi perutnya sendiri-sendiri dibanding kebesaran nama partai golkar sebagai rumah besar.
Rasanya tak ada henti-hentinya gonjang-ganjing politik ditubuh partai Golkar. Pada awalnya saya mempercayai bahwa perpecahan ini adalah hanya upaya setting pangung politik saja untuk bargaining position partai saja dengan pemerintah, seperti drama politik dua kaki yang selama ini di praktekkan oleh Golkar .Namun ternyata dugaan saya keliru seratus persen, ternyata golkar ternyata telah mengalami pergeseran budaya partai dan kepentingan partai. Pada awalnya mereka hanya mempercayai bahwa tidak ada hal yang lebih penting selain partai golkar itu sendiri, dibanding tentang siapa yang memegang kekuasaan di dalam Golkar. Paradigma itu telah bergeser kepada kepentingan kekuasaan saja, dan telah susah untuk di konsolidasikan antara kepentingan penguasa satu dengan penguasa lainnya di tubuh partai Golkar, dan kini golkar telah turun derajat seperti partai-partai lainnya yang pengurusnya sibuk mengurusi perutnya sendiri-sendiri dibanding kebesaran nama partai golkar sebagai rumah besar.
Pertarungan
kubu Abu Rizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono ini nampaknya belum juga menemui
jalannya, dan justru semakin meruncing kepada perpecahan. Pasca sidang Mahkamah
Partai Golkar yang dipimpin oleh senior golkar Prof Muladi, ditambah lagi
dengan adanya surat keputusan dari Menkum-Ham belum juga mampu menghentikan
pertarungan kedua belah kubu, dan justru membuat kubu Ical semakin meradang,
dan membuat upaya benturan politik semakin meluas.
Pasca
munculnya surat keputusan dari Menkum Ham kubu Ical tidak berdiam diri, dengan
sigap dan gerak cepat mengumpulkan DPD I dan II yang diklaim oleh pihaknya
dihadiri sekitar 400 orang yang bertajuk rapat konsultasi nasional. Pada
situasi yang lain juga pertarungan antara kedua kubu semakin panas, sebagaimana
wawancara langsung di salah satu stasiun tv kubu Ical yang diwakili oleh Ali
Muchtar Ngabalin dan KubuAgung yang diwakili oleh Yoris Raweyai. Dalam
wawancara tersebut mereka saling tuding bahwa munas mereka lah yang paling sah,
dan munas lainnya “abal-abal”, dan kemudian dari wawancara itu berbuntut
panjang sampai terjadi pemukulan oleh orang yang tidak dikenal kepada Ali
Muchtar Ngabalin saat menghadiri gelar pertemuan di hotel Sahid.
Konsolidasi
yang digelar oleh kubu Ical menyepakati bahwa pihak Ical akan mengajukan
gugatan ke pengadilan Jakarta Barat tentang keabsahan dualisme kepengurusan
ini. Pada situasi yang lain, pihak koalisi KMP yang diwakili oleh Akbar Tanjung
dan Amien Rais pun turun gunung untuk menyampaikan kekecewaannya kepada
pemerintah (menkum Ham) diberbagai media. Mereka menandaskan bahwa pemerintah
sesegera mungkin menghentikan intervensinya kepada Partai Politik yang tengah
berkemelut (Golkar dan PPP), dan memberikan kekeluasaan kepada Partai Politik
untuk menyelesaikan kemelutnya. Selain langkah upaya hukum yang ditempuh,
mereka juga menempuh jalur politik dengan mengelindingkan isu akan mengajukan
hak angket via komisi III untuk menyelidiki keputusan menkum Ham mengenai pengesahan
kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.
Jika kubu
Ical sibuk untuk melakukan counter atas keputusan yang disampaikan oleh
MenkumHam, maka hal berkebalikan dilakukan oleh kubu Agung Laksono. Karena
merasa telah mendapatkan pengakuan secara yuridis atas kepengurusannya di
Golkar dari MenkumHam, mereka langsung mengelar berbagai pertemuan, baik untuk
melakukan konsolidasi maupun safari politik untuk mendapatkan legitimasi dari
pihak eksternal. Langkah Agung Laksono konsolidasi dilakukan untuk kembali menata
ulang dan melakukan restrukturisasi organisasi baik di level DPD I dan DPD II,
hingga tidak segan-segan melakukan pengantian kepengurusan yang dianggap tidak
berpihak dengan kepengurusan Agung Laksono. Untuk membangun legitimasi publik
atas keabsahan kepengurusannya, pihak agung laksono langsung melakukan safari
politik ke Nasdem sekaligus menegaskan bahwa Golkar akan segera merapat ke KIH.
Apa yang akan terjadi di
kemudian hari JIka Terus Konflik?
Konflik
politik yang tidak kunjung selesai ini sejatinya telah menggerus banyak tenaga,
baik di internal partai Golkar maupun masyarakat. Rasanya susah sekali untuk
move on dan segera fokus untuk membangun bangsa. Bukan tidak mungkin akan
terjadi perpecahan dalam tubuh Golkar jika terjadi secara berlarut-larut dan
bisa saja Golkar akan tertinggal momentum penting Pilkada langsung. Keberadaan
Golkar di daerah yang masih kuat dan perpecahan yang terjadi di tingkat
kepengurusan DPP akan mengobrak-abrik soliditas partai di level daerah. Sudah
barang tentu jika hal ini terjadi maka Golkar akan tidak dapat apa-apa dalam
level pertarungan di Daerah.
Pada level
Nasional pun saya kira akan terjadi hal yang sama, perpecahan kepengurusan ini
akan berdampak pada soliditas fraksi golkar di senayan, dengan demikian Golkar
akan kembali gigit jari karena tidak akan mendapatkan apa-apa dari pertarungan
ini. Justru yang akan di untungkan adalah partai-partai seperti hal nya
Demokrat, Nasdem, Gerindra, dan lain-lainnya. Selain itu, dari upaya memperoleh
kemenangan dari pertarungan ini akan membuat konsentrasi dan fokus partai
Golkar dalam capaian target partai dalam berbagai pemilu baik Pilkada maupun
nasional akan terjadi penurunan secara drastis, hal ini dikarenakan energi
mereka telah habis terkuras dalam pertarungan internal, juga akan kesulitan
untuk mengkonsolidasi perpecahan di daerah. Dengan demikian dapat diyakini
bahwa perolehan suara partai golkar akan anjlok sebagaimana nasib yang dialami
partai Demokrat pada pemilu yang lalu, dan akan ditinggalkan oleh konstituennya
pada saat mendatang.
Sebagai
partai yang besar dan telah kenyang bermain dalam pangung politik, seharusnya
mereka sesegera mungkin bisa keluar dari kemelut ini. Berlarut-larutnya konflik
ini tidak akan membawa keuntungan bagi partai, namun hanya memuaskan hasrat
politik sebagian orang saja dalam upayanya membangun dan mempertahankan
kekuasaan. Capain partai golkar yang pasca reformasi hingga kini tetap
dinobatkan sebagai partai terbesar diantara PDIP dan lainnya, seharusnya
disadari sebagai sebuah kepercayaan masyarakat yang harus tetap dijaga dengan
baik. Bukan justru berkonflik untuk berebut kekuasaan didalam, yang justru akan
membawa dampak kerugian bagi partai sendiri.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar