ANALISIS PENGARUH CORPORATE
GOVERNANCE TERHADAP KEMUNGKINAN PEMBERIAN OPINI AUDIT GOING
CONCERN OLEH AUDITOR INDEPENDEN
Peran investor saat
ini turut memberikan andil besar dalam mendanai kegiatan operasional perusahaan
melalui penanaman modal saham dan tentunya mengharapkan adanya return yang
besar atas investasi yang telah dilakukannya. Oleh karena itu dalam menjalankan
usahanya, perusahaan dituntut tidak hanya meningkatkan laba semata, melainkan
mengoptimalisasi kinerja perusahaan agar terhindar dari kesulitan keuangan,
sehingga dapat menjaga kelangsungan hidup (going concern) usahanya
secara terus menerus dan menerima opini audit non going concern dari
auditor.
Going concern merupakan salah satu
asumsi yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan. Asumsi ini mengharuskan
perusahaan memiliki kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (going
concern). Menurut Prapitorini dan Januarti (2007), kelangsungan hidup
suatu usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan manajemen dalam mengelola
perusahaan. Jadi, bila auditor mengeluarkan opini going concern atas
laporan keuangan perusahaan, hal ini berarti auditor menemukan adanya
kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Going concern adalah kelangsungan hidup entitas dan merupakan asumsi dalam pelaporankeuangan, sehingga jika entitas mengalami kondisi
yang berlawanan dengan asumsi kelangsungan usaha, maka entitas tersebut
menjadi bermasalah (Petronila, 2004). Dengan adanya going concernmaka
suatu entitas (perusahaan) dianggap akan mampu mempertahankan kegiatan usahanya
dalam jangka panjang, tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek.
Berdasarkan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP, 2004) maka dapat
disimpulkan bahwa opini audit going concernmerupakan
opini yang diberikan oleh auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat
mempertahankan kelangsungan usahanya. Auditor melalui opininya terangkum dalam
laporan audit mulai diminta tanggung jawabnya untuk mengungkapkan kelangsungan
usaha suatu entitas (Solikah, 2007). Auditor juga bertanggung jawab untuk
menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam periode tidak lebih dari satu tahun
sejak tanggal laporan audit (SPAP Seksi 341, 2001).
Penilaian dan opini auditor terhadap status kelangsungan hidup perusahaan
sangat dibutuhkan para pengguna laporan keuangan terutama pihak investor dalam
membuat keputusan investasi. Oleh karena itu auditor berperan penting dalam
menjembatani antara kepentingan pengguna laporan keuangan termasuk investor
dengan kepentingan perusahaan sebagai penyedia laporan keuangan. Informasi yang
disajikan dalam laporan keuangan akan lebih dipercaya oleh investor dan
pengguna laporan keuangan lainnya apabila auditor mengeluarkan opini audit
wajar tanpa pengecualian atas laporan keuangan perusahaan sehingga dapat
menjamin angka–angka akuntansi yang disajikan telah diaudit bebas dari salah
saji material. Dengan menggunakan laporan keuangan yang
telah diaudit, maka pemakai laporan keuangan dapat mengambil
keputusan dengan benar sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya (Komalasari,
2004).
Menurut Allan Chang
(2004) dalam Iskandar et al., (2011) going concern adalah
masalah yang paling umum yang timbul dari peningkatan kerugian, penurunan
operasi, restruksturisasi dan pembubaran bisnis untuk perusahaan dengan tata
kelola perusahaan (corporate governance) yang buruk. Hal ini
menunjukkan bahwa kriteria probabilitas pemberian opini going concern oleh
auditor tidak hanya berasal dari kinerja keuangan perusahaan yang seringkali diukur
menggunakan rasio keuangan seperti pada penelitian–penelitian terdahulu,
melainkan dapat juga diukur dari tata kelola perusahaan (corporate
governance) itu sendiri.
Organization of
Economics Coorporation and Development (OECD, 2004) mendefinisikan
Corporate Governance sebagai suatu sistem dimana sebuah perusahaan
atau entitas bisnis diarahkan dan diawasi. Sejalan dengan itu, maka struktur
dari corporate governance menjelaskan distribusi hak-hak dan
tanggung jawab dari masing-masing pihak yang terlibat dalam sebuah bisnis,
yaitu dewan komisaris dan direksi, manajer, pemegang saham, serta pihak-pihak
lain yang terkait sebagai stakeholders. Selanjutnya, struktur dari
Corporate Governance juga menjelaskan bagaimana aturan
dan prosedur dalam pengambilan dan pemutusan kebijakan sehingga dengan
melakukan itu semua maka tujuan perusahaan dan pemantauan kinerjanya dapat. Dieprtanggungjawabkan
dan dilakukan dengan baik.
Perhatian akan corporate
governance di Indonesia muncul karena terjadinya krisis ekonomi dan
moneter pada tahun 1997-1999 yang kemudian berkembang menjadi krisis yang
berkepanjangan. Krisis tersebut antara lain terjadi karena banyak
perusahaan yang belum menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good
corporate governance) secara konsisten, khususnya belum diterapkannya
etika bisnis. Untuk mengatasi masalah tersebut, berdasarkan Keputusan Menko
Ekuin Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999 dibentuklah Komite Nasional
Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang mengeluarkan Pedoman Good
Corporate Governance yang pertama dan telah beberapa kali
disempurnakan, terakhir pada tahun 2004. Pedoman ini dikeluarkan bagi semua
perusahaan di Indonesia termasuk perusahaan yang beroperasi atas dasar prinsip
syariah dengan memuat prinsip dasar dan pedoman pokok pelaksanaan Good
Corporate Governance.
Selain peraturan
tersebut, pemerintah juga mengeluarkan beberapa peraturan yang mengharuskan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menerapkan prinsip-prinsip corporate
governance. Peraturan tersebut diantaranya yaitu: (1).Keputusan Menteri
Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No.
Kep-23/PM PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 Tentang Pengembangan Praktek Good
Corporate Governance (GCG) dalam Perusahaan Perseroan; (2).Surat Edaran
Menteri PM-PBUMN No. S-106/M- PM.PBUMN/2000 tanggal 17 April 2000 perihal
penerapan GCG yang baik pada BUMN di Indonesia; (3).Keputusan
Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M- MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 Tentang
Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan usaha milik Negara.
Keberadaan peraturan-peraturan tentang penerapan prinsip-prinsip corporate
governancetersebut diharapkan dapat membawa tata kelola dan kinerja
perusahaan kearah yang lebih baik lagi, sehingga keberlangsungan
perusahaan pun dapat terjaga. Namun pada kenyataannya, masih
terdapat perusahaan yang belum menerapkan prinsip-prinsip corporate governance secara
konsisten, sehingga menyebabkan timbulnya skandal pelaporan keuangan. PT. Kimia
Farma Tbk. terdeteksi memanipulasi laporan keuangan dengan menaikan laba hingga
Rp 32,7 milyar. PT. Indofarma melakukan praktik earning management dengan
menyajikan overstated laba bersih senilai Rp 28,870 milyar,
sebagai dampak dari penilaian persediaan barang dalam proses yang lebih tinggi
dari yang seharusnya, sehingga harga pokok penjualan tahun tersebut understated
Tidak ada komentar:
Posting Komentar